Begini Nasib Perwira AURI yang Menemui Aidit Saat Mendarat di Yogyakarta
Автор: Intel Melayu
Загружено: 2025-10-22
Просмотров: 3749
Begini Nasib Perwira AURI yang Menemui Aidit Saat Mendarat di Yogyakarta
Hendro Subroto dalam bukunya, Dewan Revolusi PKI Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan Indonesia, mengisahkan sekelumit cerita pelarian Ketua CC PKI Dipa Nusantara Aidit dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma ke Yogyakarta pada dini hari tanggal 2 Oktober 1965 beberapa saat sebelum pasukan RPKAD menyerbu pangkalan udara tersebut.
Dikisahkan dalam buku tersebut, Pesawat Dakota T-443 milik AURI yang membawa DN Aidit tinggal landas pada Pukul 00.45. Di dalam pesawat DN Aidit tampak kecapaian dan tidur menempati dua kursi paling depan.
Dalam penerbangan menuju ke Yogyakarta, Letnan Aris yang menjadi Pilot Dakota tidak berhasil melakukan hubungan radio dengan tower Pangkalan Udara Adisoetjipto, karena ternyata tower melakukan radio silence.
Setibanya pesawat di atas Pangkalan Udara Adisoetjipto lampu landasan tetap padam. Sambil menunggu perkembangan, Dakota T-443 holding di sebelah timur laut pangkalan.
Sekitar setengah jam kemudian, secara tidak sengaja Dakota T-443 bergeser holding di sebelah timur pangkalan. Tiba-tiba lampu landasan menyala. Letnan Aris sebagai pilot belum mengetahui sandi intelijen Pangkalan Udara Adisoetjipto yang menentukan bagi setiap pesawat yang akan minta izin mendarat harus memperkenalkan identitasnya sebagai kawan dengan melakukan holding di sebelah timur pangkalan.
Setelah lampu landasan menyala, Letnan Aris langsung mendaratkan pesawat Dakota yang diterbangkannya. Kedatangan pesawat Dakota di Pangkalan Udara Adisoetjipto lepas tengah malam itu mengundang kedatangan beberapa orang perwira yang tingal di dalam komplek pangkalan.
Para perwira AURI ini lantas menuju ke terminal. Para perwira ini ialah Mayor Udara Sugiantoro, Komandan Intelijen Pangkalan, Mayor Udara Sunaryo, Perwira Logistik Mayor Udara Anwar, seorang instruktur penerbang Akademi.Angkatan Udara (AAU), dan Mayor Udara Sarwata Perwira Hukum Akademi Angkatan Udara (AAU).
Tak lama setelah itu, Gubernur AAU Komodor Udara Dorno Indarto datang. Dia datang paling akhir. Menurut Hendro, para perwira AURI yang datang ke terminal pangkalan itu pada umumnya telah mendengarkan pidato Pangkostrad yang disiarkan melalui RRI Pusat pada.tanggal 1 Oktober pukul 19.00 soal penumpasan Gerakan 30 September.
Masih menurut Hendro Subroto, kelak dikemudian hari Mayor Udara Sarwata karirnya melesat dan moncer. Dia sempat menjadi Ketua Mahkamah Agung di era Soeharto berkuasa sebagai Presiden. Siapakah Sarwata?
Mengutip artikel yang dimuat di situs tokoh.id Sarwata lahir di Tebingtinggi pada tanggal 2 Juli 1935. Awalnya, Sarwata bukan seorang prajurit. Ia menyelesaikan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 1962.
Setelah itu memulai karirnya di Departemen Luar Negeri sebagai ahli tata usaha pada Direktorat Hukum. Di Deplu, ia hanya dua tahun mengabdi. Sarwata kemudian mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Perwira TNI Angkatan Udara dan lulus, hingga ia berhak menyandang pangkat Letnan Satu.
Di Angkatan Udara, Sarwata juga pernah mengikuti pendidikan di Sekolah Ilmu Siasat pada tahun 1969 dan Sekkau pada tahun 1971 serta pendidikan di Sesko Angkatan Udara pada tahun 1973.
Pada tahun 1964, Sarwata tercatat menjalani karirnya di Angkatan Udara sebagai hakim militer. Kemudian pada tahun 1965, ia menduduki jabatan Ketua Pengadilan TNI Angkatan Udara Yogyakarta. Pada tahun 1966, Sarwata dilantik sebagai Hakim Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub). Ia dilantik langsung oleh Mayjen Soeharto yang saat itu adalah Pangkopkamtib.
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: