GEGER‼️ Langit Mengamuk! Detik-Detik Wali Paidi Menangkap Petir dengan Tangan Kosong

GEGER‼️ Langit Mengamuk! Detik-Detik Wali Paidi Menangkap Petir dengan Tangan Kosong

Di sebuah lembah kecil yang dikelilingi perbukitan hijau dan sungai berkelok jernih, berdirilah sebuah desa yang tenang bernama Desa Langit. Tidak ada yang tahu mengapa nama itu dipilih oleh para leluhur, namun setiap orang sepakat bahwa desa itu memang terasa dekat dengan langit. Udara sejuknya menyentuh wajah seperti bisikan lembut, sementara awan sering turun rendah, seolah ingin menyapa atap-atap rumah yang berjajar rapi.

Di desa itulah tinggal seorang pria sederhana bernama Paidi.

Ia bukan pejabat, bukan pula orang terpandang dalam struktur resmi desa. Namun entah bagaimana, semua orang menyebutnya Wali Paidi. Bukan karena ia mengklaim sesuatu, tetapi karena sikapnya yang selalu menenangkan, tutur katanya yang lembut, dan kehadirannya yang membawa rasa teduh. Bagi anak-anak, ia seperti ayah kedua. Bagi orang tua, ia seperti sahabat lama yang selalu siap mendengar.

Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar naik, Paidi telah berdiri di tepian sawah. Ia menyapa petani dengan senyum hangat, membantu membenahi aliran air kecil, sesekali mengangkat lumpur dengan tangan telanjang tanpa mengeluh. Ketika matahari mulai meninggi, ia berpindah ke taman kecil di tengah desa, mengajari anak-anak menggambar bentuk awan, bintang, dan petir di atas kertas bekas.

Tidak ada yang pernah melihat Paidi marah, bahkan ketika hujan mengguyur tiba-tiba dan mengacaukan acara desa, ia justru tertawa kecil.

“Hujan itu tamu dari langit,” katanya ringan. “Kalau gemuruhnya keras, berarti dia rindu pada bumi.”

Penduduk tertawa setiap mendengarnya, meski tak sepenuhnya mengerti maknanya.