Injil Yohanes Injil Posmodern. Ketidakmungkinan Adanya Kesatuan Makna Teologis Yang Final & Tertutup
Автор: LayarTEOLOGI
Загружено: 2025-06-26
Просмотров: 360
Injil Yohanes itu Injil Postmodern. Ketidakmungkinan Adanya Kesatuan Makna Teologis Yang Final & Tertutup
John, a Postmodern Gospel Introduction to Deconstructive Exegesis Applied to the Fourth Gospel - Patrick Chatelion Counet
Patrick Chatelion Counet, dalam karyanya John, a Postmodern Gospel: Introduction to Deconstructive Exegesis Applied to the Fourth Gospel, mengajukan sebuah tesis yang secara fundamental menantang pembacaan tradisional Injil Yohanes. Tesis sentralnya adalah bahwa Injil Yohanes, ketika dibaca melalui lensa dekonstruktif, menyingkapkan dirinya sebagai sebuah "injil postmodern" yang secara inheren menyadari dan menampilkan ketidakmampuan bahasa untuk menangkap wahyu ilahi secara definitif. Counet berargumen bahwa Injil Yohanes secara sistematis mendekonstruksi upaya-upaya logosentris untuk mengunci kebenaran dalam pengakuan-pengakuan dogmatis, dan sebaliknya, memajukan sebuah "nilai implisit" yang bersifat apofatik—yaitu, peniadaan diri, anonimitas, dan pengosongan diri—sebagai satu-satunya cara untuk berpartisipasi dalam realitas ilahi yang tak terkatakan.
Argumen ini dibangun di atas dua pilar utama yang saling terkait. Pilar pertama adalah kritik negatif terhadap logosentrisme. Logosentrisme, dalam kerangka Derridean yang digunakan Counet, adalah keyakinan bahwa kebenaran atau makna dapat hadir secara penuh dan langsung dalam bahasa (logos). Dalam Injil Yohanes, Counet mengidentifikasi upaya-upaya logosentris ini dalam pengakuan-pengakuan iman para murid yang mencoba mendefinisikan identitas dan fungsi Yesus secara positif dan final. Namun, Injil secara konsisten merongrong upaya-upaya ini. Setiap kali seorang karakter mencoba menetapkan sebuah kebenaran yang stabil—misalnya, pengakuan Petrus atau Tomas—narasi tersebut, terutama melalui respons skeptis atau korektif dari Yesus, akan membukanya kembali ke dalam ketidakpastian dan menyoroti ketidakcukupannya.
Pilar kedua adalah proyek positif (apofatik). Sebagai alternatif dari logosentrisme yang ditolaknya, Injil, menurut Counet, mempromosikan sebuah etos apofatik atau "negatif". Ini bukanlah sebuah nihilisme yang menolak semua makna, melainkan sebuah cara berada (way of being) di mana subjek secara sadar mengosongkan dirinya dari klaim-klaim pengetahuan, kepastian, dan ekspresi diri yang egosentris. Tujuannya adalah untuk menjadi wadah yang terbuka bagi "yang lain" (the other), yaitu realitas ilahi yang tak terkatakan. Nilai implisit ini tidak dinyatakan secara dogmatis, tetapi diwujudkan melalui karakter-karakter ideal seperti Murid yang Dikasihi, yang anonimitasnya menjadi lambang peniadaan diri yang diperlukan untuk berada "di pangkuan Yesus".
Inti dari "kesatuan pemikiran" (unity of thought) yang ingin disingkap oleh Counet dalam karyanya adalah sebuah paradoks yang mendalam. Ia tidak mengklaim bahwa Injil Yohanes tidak koheren atau terfragmentasi secara acak. Sebaliknya, ia melihat adanya sebuah logika internal yang sangat ketat dan sistematis. Namun, logika ini justru bertujuan untuk menunjukkan ketidakmungkinan adanya kesatuan makna teologis yang final dan tertutup. Kesatuan pemikiran Injil, dalam analisis Counet, terletak pada penolakannya yang konsisten dan metodis terhadap kesatuan makna yang sederhana. Koherensi Injil adalah koherensi dari sebuah mesin dekonstruktif yang bekerja dengan pola yang dapat diprediksi: setiap kali sebuah kepastian logosentris ditegakkan oleh seorang karakter, narasi akan segera meruntuhkannya dan membukanya kembali ke dalam ranah différance—ranah penundaan dan perbedaan makna yang tak berkesudahan.
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: