ZIARAH KE PESAREAN KH. MUNTAHA ALH | Pondok Pesantren Nurun 'Alannur
Автор: Nurun 'Alannur Official
Загружено: 2022-11-05
Просмотров: 675
Ziarah adalah salah satu praktik sebagian besar umat beragama yang memiliki makna moral yang penting. Kadang-kadang ziarah dilakukan ke suatu tempat yang suci dan penting bagi keyakinan dan iman yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk mengingat kembali, meneguhkan iman atau menyucikan diri. Orang yang melakukan perjalanan ini disebut peziarah.
KH. Muntaha al-Hafizh atau yang kerap disapa dengan panggilan Mbah Muntaha lahir di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.
KH. Muntaha al-Hafizh wafat di RSU Tlogorejo Semarang, Rabu 29 Desember 2004 dalam usia 94 tahun.
KH. Muntaha al-Hafizh berhasil mengembangkan ide di dunia pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Asy'ariyah. Yayasan tersebut menaungi beberapa jenjang pendidikan, yakni: Taman Kanak-kanak (TK) Hj. Maryam, Madrasah Diniyah Wustho (Pendidikan Islam tingkat menengah), 'Ulya (Tingkat atas) dan Madrasah Salafiyah (Pendidikan Islam yang mengkaji kitab klasik) Al-Asy`ariyyah, SMP dan SMU Takhassus (khusus) Al-Qur'an, SMK Takhassus Al-Qur`an, serta Universitas Sains Al-Qur`an (UNSIQ).
Kecintaan Mbah Muntaha terhadap Al-Qur’an sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, KH. Asy'ari Wonosobo terhadap Al-Qur’an. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, Mbah Muntaha telah menjadi seorang hafidz (orang yang hafal) al-Qur’an. Sebenarnya gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hamil tapi entah sejak kapan di Indonesia gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hafidz.
Hampir seluruh hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai al-Quran kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya. Dalam kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan Al-Qur’an. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada KH Muntaha Al Hafidz.
Sepanjang hidup Mbah Muntaha, Al-Qur’an senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah SWT. Mbah Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Al-Qur’an. Sering Kiai Muntaha membaca wirid atau membaca ulang hafalan Al-Qur’an di pagi hari seraya berjemur di serambi rumahnya. Menurutnya, wirid dan dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Itulah sebabnya, KH Muntaha Al Hafidz selalu menasehati para santrinya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an paling tidak seminggu sekali.
Kecintaan KH Muntaha Al Hafidz terhadap Al-Qur’an juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir Al-Qur’an, dengan menulis tafsir maudhu'i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh sebuah tim yang diberi nama Tim Sembilan yang terdiri dari sembilan orang ustadz di Pondok Pesantren al-Asy'ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu al-Quran (sekarang UNSIQ) Wonosobo. Gagasan KH Muntaha Al Hafidz tentang penulisan tafsir ini mengandung maksud untuk menyebarkan nilai-nilai al-Qur’an kepada masyarakat luas.
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: