Ngariksa 140 | 40 Tahun LEMKA: Memandang Kaligrafi dari Kacamata Filologi (Part 2) | Kang Oman

40 TAHUN LEMKA,
MEMANDANG KALIGRAFI DARI KACAMATA FILOLOGI (PART 2)

Assalamu’alaikum, Sampurasun...

Sobat ɴɢᴀʀɪᴋꜱᴀ,
Di episode kali ini, kita lanjutkan perbincangan spesial bersama Dr. KH. Didin Sirojuddin AR atau Ustadz Didin, maestro kaligrafi pendiri LEMKA. Obrolan mengalir dari dunia filologi ke khazanah kaligrafi Nusantara. Kita tahu dalam penamaan ulama dalam manuskrip kuno Nusantara ada al-Falimbani dari Palembang, atau al-Makassari dari Makassar, bagaimana dengan penamaan atau ciri khas gaya khat di Nusantara? Nah, Ustadz Didin menjelaskannya dengan sangat menarik.

Menurut beliau, perkembangan kaligrafi di dunia Islam terbagi dua: klasik tradisional dan kontemporer. Keduanya punya kaidah sendiri. Yang klasik, setiap hurufnya punya aturan baku. Sementara kaligrafi kontemporer lebih bebas: penekanan ada pada bentuk dan visualnya.

"Contohnya, kaligrafi figural seperti alif yang berbentuk pohon,” ujar beliau.

Saya pun menunjukkan manuskrip Syekh Zainal Abidin (w. 1890) dari Jampue, Pinrang, Sulawesi Selatan. Ustadz Didin menyimaknya dengan antusias dan mengidentifikasi penggunaan khat tsuluts. Ada juga campuran khat Farisi dan riq’ah, terlihat dari bentuk huruf wawu yang tak berlubang.

Bagi generasi milenial, belajar kaligrafi ternyata bisa menyenangkan. “Kaligrafi bisa jadi rekreatif dan menghibur. Tapi tetap, ada tiga pilar penting: kaligrafi itu ilmu, seni, dan falsafah,” tegas beliau.

Lalu, bagaimana masa depan kaligrafi di era digital? Apa tantangannya, dan sejauh mana ia bisa beradaptasi?

Yuk, simak obrolan penuh wawasan ini di Podcast Ngariksa #140, Jumat, 18 April 2025, pukul 20.00 WIB, hanya di YouTube Ngariksa TV

Dukung pelestarian manuskrip dengan subscribe dan komentar di YouTube Ngariksa atau FB @OmanFathurahman.

Mari menatap masa depan dengan merawat masa silam.

Salam Ngariksa,
𝕂𝕒𝕟𝕘 𝕆𝕞𝕒𝕟