Pra-eksistensi Yesus dalam Perjanjian Baru. Banyak Pandangan: Fungsional, ideal, & literal (pribadi)
Автор: LayarTEOLOGI
Загружено: 2025-06-29
Просмотров: 439
Pra-eksistensi Yesus dalam Perjanjian Baru.
Dunn, J. D. G. (1980). Christology in the Making: A New Testament Inquiry into the Origins of the Doctrine of the Incarnation. SCM Press.
Pendekatan Dunn
• Menggunakan pendekatan historis dan kontekstual untuk menelusuri perkembangan kristologi dalam PB, dengan fokus pada "konteks makna historis" dan "konseptualitas dalam transisi."
• Berhati-hati terhadap anachronisme, menekankan pemahaman teks dalam konteks abad pertama dan monoteisme Yahudi.
• Tujuan: Menelusuri asal-usul doktrin inkarnasi dan seberapa cepat konsep pra-eksistensi Yesus muncul.
Injil Sinoptik
• Markus:
o Kristologi rendah, berfokus pada pembaptisan dan kebangkitan Yesus.
o Gelar "Anak Allah" dan "Anak Manusia" tidak mengindikasikan pra-eksistensi, tetapi peran mesianik dan kemanusiaan Yesus.
• Matius:
o Narasi kelahiran perawan menekankan asal ilahi, bukan pra-eksistensi.
o Kaitan dengan Kebijaksanaan (Matius 11:19, 11:28-30) menggambarkan Yesus sebagai utusan Kebijaksanaan, bukan pra-eksisten.
• Lukas:
o Fokus pada pengurapan Yesus oleh Roh dan peran-Nya sebagai nabi eskatologis.
o Tidak ada bukti eksplisit pra-eksistensi; Kebijaksanaan dipahami sebagai personifikasi puitis.
Kesimpulan: Sinoptik tidak mendukung pra-eksistensi Yesus, berfokus pada kemanusiaan dan misi mesianik.
Surat-surat Paulus
• Galatia 4:4, Roma 8:3:
o "Pengutusan Anak" lebih menunjukkan misi mesianik daripada pra-eksistensi pribadi.
• 1 Korintus 8:6:
o Mengaitkan Yesus dengan Kebijaksanaan sebagai agen penciptaan, tetapi dalam kerangka personifikasi puitis, bukan pra-eksistensi pribadi.
• Filipi 2:6-11:
o Interpretasi kristologi Adam lebih koheren daripada pra-eksistensi, dengan fokus pada pembalikan dosa Adam.
• Kolose 1:15-20:
o Bahasa Kebijaksanaan menegaskan makna ilahi Yesus, tetapi tidak cukup kuat untuk pra-eksistensi pribadi.
• 1 Korintus 15:44-49:
o Konteks eskatologis, bukan pra-eksistensi; Yesus sebagai Adam terakhir dari surga.
Kesimpulan: Paulus tidak memberikan bukti tegas pra-eksistensi pribadi, lebih menekankan peran Yesus sebagai Adam terakhir dan mediator wahyu Allah.
Surat Ibrani
• Ibrani 1:1-4 menggunakan bahasa Kebijaksanaan untuk menegaskan keunggulan Yesus, tetapi lebih sebagai personifikasi puitis daripada pra-eksistensi pribadi.
• Fokus pada ketinggian Yesus melalui kebangkitan, dalam kerangka monoteisme Yahudi.
Injil Yohanes
• Yohanes 1:1-18:
o Prolog adalah pernyataan klasik inkarnasi, mengimplikasikan pra-eksistensi Logos.
o Dunn mempertanyakan apakah ini pra-eksistensi pribadi atau ideal, sejalan dengan Kebijaksanaan Yahudi.
• Yohanes 17:5:
o Indikasi kuat pra-eksistensi, tetapi bisa diartikan sebagai status dalam rencana ilahi Allah.
• Yohanes mewakili kristologi tertinggi dalam PB, tetapi tetap dalam monoteisme Yahudi.
Kesimpulan: Yohanes paling mendukung pra-eksistensi, tetapi Dunn membuka kemungkinan interpretasi ideal atau puitis.
Kesimpulan Umum
• Pra-eksistensi tidak universal dalam PB; berkembang bertahap dari kristologi rendah (Sinoptik) menuju kristologi tinggi (Yohanes).
• Dalam konteks monoteisme Yahudi, Kebijaksanaan/Logos adalah personifikasi puitis, sehingga pra-eksistensi sering ideal, bukan pribadi.
• Yohanes adalah puncak perkembangan, tetapi Dunn mempertanyakan apakah pra-eksistensi adalah pribadi atau bagian dari rencana ilahi Allah.
Dunn melihat perkembangan ide pra-eksistensi dalam PB sebagai proses yang bertahap, yang dapat dirangkum dalam tiga tahap:
Fungsional (Sinoptik dan Paulus Awal):
Yesus digambarkan sebagai agen atau utusan dalam rencana ilahi Allah, sering kali melalui kategori Kebijaksanaan atau Roh. Tidak ada indikasi pra-eksistensi pribadi; fokusnya adalah pada peran Yesus dalam pelayanan, kematian, dan kebangkitan.
Contoh: Matius 11:28-30, Lukas 7:35, Galatia 4:4, Roma 8:3, 1 Korintus 8:6.
Ideal (Paulus dan Ibrani):
Yesus dipahami sebagai bagian dari rencana kekal Allah, ditentukan sebelumnya untuk menjadi Mesias dan mediator wahyu Allah. Pra-eksistensi di sini adalah dalam pengertian notional, sebagai bagian dari tujuan ilahi, bukan keberadaan pribadi.
Contoh: Kolose 1:15-20, Ibrani 1:1-4, Roma 8:29-30.
Literal (Yohanes):
Yohanes memperkenalkan kristologi yang lebih tinggi dengan konsep Logos, yang mengimplikasikan pra-eksistensi pribadi Yesus sebagai entitas ilahi sebelum inkarnasi. Namun, Dunn mempertanyakan apakah ini sepenuhnya literal atau masih dipengaruhi oleh personifikasi puitis Kebijaksanaan.
Contoh: Yohanes 1:1-14, 17:5.
Dunn memperingatkan bahwa doktrin inkarnasi dan pra-eksistensi pribadi, seperti yang didefinisikan dalam kredo-kredo Kristen (misalnya, Nicea), mungkin merupakan hasil dari perkembangan pasca-PB. Ia menyarankan bahwa PB sendiri menunjukkan keragaman pandangan, dengan Yohanes sebagai yang paling mendekati doktrin inkarnasi ortodoks.
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: