Hukum Salaman Setelah Sholat Menurut IsIam
Автор: Halal Ilmu
Загружено: 2025-10-22
Просмотров: 3494
#hukumislam #sholat #hukumfiqih
SyariahRagam Pendapat Ulama soal Berjabat Tangan Setelah Shalat
Jumat, 4 Oktober 2019 | 15:00 WIB
Menurut pendapat para ulama yang kredibel, berjabat tangan setelah shalat itu disyariatkan, bukan bid’ah, meskipun mereka berbeda pendapat.
Berjabat tangan setelah shalat berjamaah merupakan tradisi mayoritas umat Islam Indonesia. Setelah shalat selesai, makmum menoleh ke arah kanan dan kiri, sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan makmum yang ada di sampingnya. Tradisi ini merupakan kebiasaan yang berlaku turun-temurun, dan sudah mendarah daging di lingkungan mayoritas umat Islam Indonesia.
Hanya saja, sebagian umat Islam tidak melaksanakannya, karena berasumsi bahwa hal tersebut merupakan bid’ah, sebab tidak pernah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu anhum. Benarkah demikian?
Para ulama berbeda pendapat soal hukum berjabat tangan sesudah shalat. Pertama, sebagian ulama mazhab Hanafi, seperti Syekh Ath-Thahawi dan An-Nablisi, menyatakan bahwa berjabat tangan setelah shalat adalah sunnah. Syekh Ath-Thahawi menyebutkan:
وَكَذَا تُطْلَبُ الْمُصَافَحَةُ، فَهِيَ سُنَّةٌ عَقِبَ الصَّلَاةِ كُلِّهَا
“Dan begitu juga dianjurkan berjabat tangan. Hukumnya sunnah setelah shalat apa pun” (Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi, Hasyiyatut Thahawi Ala Maraqil Falah, juz 1, h. 345).
Senada dengan Syekh Ath-Thahawi, Syekh An-Nablisi menuturkan:
إِنَّهَا دَاخِلَةٌ تَحْتَ عُمُوْمِ سُنَّةِ الْمُصَافَحَةِ مُطْلَقًا
“Berjabat tangan setelah shalat masuk dalam generalitas (keumuman) kesunnahan berjabat tangan secara mutlak” (Abdul Ghani An-Nablisi, Syarhut Thariqah Al-Muhammadiyyah, juz 2, h. 150).
Kedua, sebagian ulama mazhab Hanafi mengatakan, hukum berjabat tangan dimaksud adalah makruh, sebab dikhawatirkan adanya asumsi bahwa berjabat tangan setelah shalat hukumnya sunnah karena dilaksanakan terus-menerus. Syekh Ibnu Abidin menerangkan:
وَقَدْ صَرَحَ بَعْضُ عُلَمَائِنَا وَغَيْرُهُمْ بِكَرَاهَةِ الْمُصَافَحَةِ الْمُعْتَادَةِ عَقِبَ الصَّلَوَاتِ مَعَ أَنَّ الْمُصَافَحَةَ سُنَّةٌ وَمَا ذَاكَ إِلَّا لِكَوْنِهَا لَمْ تُؤَثِّرْ فِي خُصُوْصِ هَذَا الْمَوْضِعِ فَالْمُوَاظَبَةُ عَلَيْهَا فِيْهِ تُوْهِمُ الْعَوَامَ بِأَنَّهَا سُنَّةٌ
“Sebagian ulama kita dan ulama lain menerangkan kemakruhan berjabat tangan setelah shalat, padahal hukum berjabat tangan (pada umumnya) adalah sunnah. Hal itu tidak lain karena tidak adanya riwayat tentang berjabat tangan pada waktu ini (setelah shalat), sehingga mentradisikannya dapat menimbulkan prasangka bagi orang awam bahwa hal itu merupakan kesunnahan” (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 2, h. 235).
Walaupun demikian, ulama yang memakruhkan berjabat tangan sesudah shalat menerangkan, jika ada seorang Muslim mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan maka sebaiknya kita tidak menolaknya. Syekh Al-Qari menulis:
وَمَعَ هَذَا إِذَا مَدَّ مُسْلِمٌ يَدَهُ لِلْمُصَافَحَةِ فَلَا يَنْبَغِي الْإِعْرَاضُ عَنْهُ بِجَذْبِ الْيَدِ لِمَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنْ أَذًى
“Meskipun demikian, jika seorang muslim mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan maka tidak layak berpaling darinya (menolaknya) dengan menarik tangan, sebab hal itu bisa menyakiti perasaannya” (Ali bin Muhammad Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih, juz 8, h. 494).
Ketiga, ulama mazhab Syafi’i menegaskan, hukum berjabat tangan setelah shalat adalah mubah. Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Al-Adzkar an-Nawawiyyah:
وَأَمَّا مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ مِنَ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيِ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ، فَلَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرْعِ عَلَى هَذَا الْوَجْهِ، وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهِ.
“Adapun apa yang menjadi kebiasaan masyarakat berupa jabat tangan setelah shalat Subuh dan shalat Ashar, tidak ada dasarnya dalam syariat Islam, sesuai cara ini, tetapi tidak apa-apa dilaksanakan” (Yahya bin Syaraf Annawawi, Al-Adzkar An-Nawawiyyah, juz 1, h. 337).
Syekh Izzuddin bin Abdissalam juga menjelaskan:
وَالْبِدَعُ الْمُبَاحَةُ أَمْثِلَةٌ. مِنْهَا: الْمُصَافَحَةُ عَقِيْبَ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ
“Dan contoh bid’ah yang mubah antara lain: berjabat tangan setelah shalat Subuh dan shalat Ashar” (Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, juz 2, h. 173).
Sumber:nuonline
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: