Politik Etis: Berkah atau Kutukan bagi Belanda?
Автор: Gedigu TV
Загружено: 2025-08-18
Просмотров: 306
Di balik belenggu kolonialisme yang panjang, Hindia Belanda justru tanpa sadar menyediakan ruang bagi lahirnya kesadaran baru: kesadaran kebangsaan. Memang, Belanda bermaksud mengatur rakyat Nusantara agar tunduk, tapi kebijakan mereka justru melahirkan benih perlawanan yang lebih terorganisir.
Awalnya, perlawanan terhadap Belanda bersifat lokal dan sporadis—perang Aceh, Perang Diponegoro, Perang Padri, hingga perlawanan rakyat Bali. Semua itu heroik, tapi masih berbasis kerajaan atau komunitas tertentu. Belum ada kesadaran bahwa semua penghuni kepulauan ini memiliki nasib yang sama: dijajah oleh bangsa asing.
Situasi mulai berubah pada awal abad ke-20, ketika Belanda meluncurkan Politik Etis (1901). Tujuannya sih untuk “balas budi”—membangun irigasi, membuka migrasi, dan menyediakan pendidikan. Tapi dari pendidikan inilah lahir generasi baru: anak-anak pribumi yang bersekolah di HBS, STOVIA, dan perguruan tinggi. Mereka bisa membaca, menulis, dan yang paling penting—mereka bisa berpikir kritis tentang ketidakadilan kolonial.
Dari ruang kelas inilah lahir organisasi modern pertama: Budi Utomo (1908). Lalu disusul Sarekat Islam (1911), Indische Partij (1912), hingga Perhimpunan Indonesia di Belanda. Nasionalisme mulai menemukan bentuknya: perjuangan bukan lagi soal kerajaan melawan penjajah, tapi seluruh bangsa melawan kolonialisme.
Puncaknya datang pada 1928, saat para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda. Untuk pertama kalinya, lahir kesepakatan: satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa—Indonesia. Dari sinilah “Indonesia” tak lagi sekadar konsep geografis, tapi menjadi identitas politik.
Meski Belanda berusaha menekan lewat penangkapan tokoh-tokoh pergerakan (Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dan lain-lain), benih nasionalisme sudah terlanjur tumbuh. Dan ketika Jepang masuk tahun 1942, membuka celah runtuhnya Hindia Belanda, benih itu meledak menjadi perjuangan besar: Proklamasi 17 Agustus 1945.
Namun perjuangan tidak berhenti di situ. Belanda mencoba kembali, memicu revolusi fisik 1945–1949. Perlawanan rakyat Indonesia dari kota hingga desa, dari diplomasi hingga perang gerilya, akhirnya memaksa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Dengan demikian, Hindia Belanda memang ibarat penjara kolonial, tapi justru di dalam penjara itulah ditempa kesadaran, solidaritas, dan api perjuangan yang melahirkan bangsa Indonesia merdeka. #sejarahindonesia #belanda #politiketis
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: