Kolonel Misterius Melawan Nasution
Автор: Intel Melayu
Загружено: 2023-12-05
Просмотров: 34380
Kolonel Misterius Melawan Nasution
Peter Kasenda dalam buku," Komandan Intelijen Pertama Indonesia Zulkifli Lubis, Kolonel Misterius Dibalik Pergolakan TNI AD," yang disusunnya mengisahkan, peristiwa penting yang terjadi pada masa tahun 50-an ketika TNI AD mengalami pergolakan.
Diceritakan Peter Kasenda dalam bukunya, seminggu setelah kabinet Ali jatuh, Wakil Presiden Mohammad Hatta menunjuk tiga formatur untuk membentuk kabinet baru, yaitu Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI), dan Assaat (tanpa partai), yang disebut terakhir ini diharapkan dapat menjembatani kedua wakil Masyumi dan PNI.
Kabinet yang diharapkan ialah suatu kabinet dengan "dukungan cukup dalam dewan perwakilan rakyat” yang terdiri atas "orang-orang yang jujur dan disegani”.
Tugasnya untuk mengembalikan wibawa pemerintah, termasuk kepercayaan dari tentara dan masyarakat umumnya, serta untuk melaksanakan pemilihan umum yang pertama sehingga terjamin pembentukan parlemen.
Pada tanggal 3 Agustus 1955, setelah tak berhasil membentuk kabinet baru, karena tak ada kesesuaian pendapat mengenai personalia yang duduk, ketiga formatur mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Hatta.
Kemudian Hatta menunjuk Burhanuddin Harahap dari Masyumi, yang mana berhasil membentuk kabinet baru tanpa PNI setelah melalui perundingan yang rumit.
Terpilihnya Burhanuddin Harahap sebagai Perdana Menteri dan merangkap sebagai Menteri Pertahanan tentunya ada harapan yang cerah bagi kerja sama antara pemerintah dan Angkatan Darat, terutama mengingat adanya hubungan keluarga dan persahabatan antara Perdana Menteri dan Kolonel Zulkifli Lubis.
Kabinet baru dengan segera mempensiunkan Kolonel Bambang Utoyo dan membatalkan pemecatan atas diri Kolonel Zulkifli Lubis. Kabinet juga menyatakan bahwa Peristiwa 17 Oktober 1952 secara resmi telah selesai.
Tindakan kabinet atas Bambang Utoyo mengakhiri karier militer untuk sementara waktu.
Menurut Peter Kasenda, perlu diketahui bahwa selama ini Bambang Utoyo tidak aktif sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) hanya diberi lambang.
Malahan Bambang Utoyo diberi tahu agar jangan berani memasuki Markas Besar Angkatan Darat. Konon kabarnya kalau Bambang Utoyo berani memasuki Markas Besar Angkatan Darat akan tidak ditembak oleh Zulkifli Lubis, tetapi Zulkifli menyangkal tuduhan tersebut.
Sementara itu, kabinet Burhanuddin Harahap disibukkan dengan menyelenggarakan pemilihan umum untuk parlemen. Pada tanggal 29 September 1955, lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak suara.
Hasil pemilihan umum 1955, yang termasuk empat besar adalah PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Hasil pemilihan ini menunjukkan bahwa kabinet Burhanuddin Harahap memperoleh suara mayoritas dalam parlemen.
Langkah pertama yang dilakukan dalam ketentaraan adalah menangani masalah pengangkatan KSAD yang baru. Kolonel Zulkifli Lubis, yang menjabat Wakil KSAD, masih belum secara resmi dilantik sebagai Penjabat Wakil KSAD.
Markas Besar Angkatan Darat mengajukan tiga calon, sebagaimana merupakan kesepakatan antara Angkatan Darat dan pemerintah. Calon KSAD yang baru adalah Kolonel Simbolon, Kolonel Zulkifli Lubis, dan Kolonel Gatot Subroto.
Penunjukan siapa yang menjadi KSAD yang baru bukan hal yang mudah bagi pemerintah. Kolonel Simbolon memang paling senior di antara para kandidat itu. Ia seorang komandan lapangan yang cakap dengan pengalaman staf yang cukup lama dalam komando seluruh Sumatera di masa revolusi.
Sebagai pendukung setia kebijaksanaan gaya PSI membuat dia bisa diterima oleh kabinet Burhanuddin Harahap maupun Wakil Presiden Mohammad Hatta. Justru sebaliknya, dengan alasan-alasan itu pula sulit diharapkan kalau Soekarno mau menandatangani surat pengangkatannya.
Sebagai orang Batak, Simbolon jelas kurang bisa diterima oleh banyak perwira Jawa, dan soal ini menjadi penting lagi karena kabinet tidak bermaksud menggeser kedudukan Zulkifli Lubis dari kedudukan semula. Selain itu, sebagai seorang Kristen, dia kurang bisa diterima oleh perwira-perwira santri dan banyak politisi Islam dalam koalisi pemerintah.
Kolonel Zulkifli Lubis yang pernah menampik tawaran Iwa Kusumasumantri untuk menduduki jabatan itu menyadari masalah senioritas tak memungkinkan ia memperoleh jabatan itu. Di kalangan korps perwira yang kebanyakan orang Jawa, sulit mengharapkan Zulkifli Lubis yang Batak dengan mudah diterima.
Sebagai muslim yang taat, Kolonel Zulkifli Lubis tentunya mendapat dukungan dari perwira santri, tetapi sebaliknya dengan alasan itu pula ia akan dicurigai perwira abangan yang jumlahnya sangat besar. Zulkifli Lubis bisa diterima di kalangan politisi Islam, tetapi tidak disenangi oleh Soekarno karena peranannya dalam Peristiwa 27 Juni, yang menyebabkan Presiden Soekarno kehilangan muka.
#tni #tniad #militer
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: