Firman Manan: Tantangan dan Peluang Dalam Sistem Presidensial Multipartai di Indonesia.
Автор: Rumah Pemilu
Загружено: 2025-10-20
Просмотров: 39
Bandung, 17 Oktober 2025 – Seminar Kodifikasi Undang-Undang Pemilu yang digelar oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi "PERLUDEM" Bersama Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjajaran, Bandung menjadi ajang diskusi hangat tentang perbaikan sistem pemilu di Indonesia. Salah satu pembicara, dosen Ilmu Politik FISIP UNPAD, Firman Manan, mengungkapkan pandangannya mengenai tantangan dan peluang dalam sistem presidensial multipartai di Indonesia.
Dalam sesi seminar, Firman menyoroti fenomena yang berkembang setelah negara Indonesia menerapkan sistem presidensial dengan multipartai. Ia menjelaskan, meskipun banyak yang khawatir tentang kemungkinan terjadinya “deadlock” atau “political immobilism” akibat Presiden yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen, kenyataannya sistem tersebut justru berjalan dengan stabil hingga kini. Firman mengungkapkan, meski Amerika Serikat yang mengusung sistem dua partai mengalami kejadian shutdown, Indonesia, meski dengan sistem multipartai, tidak pernah mengalami hal serupa.
Firman menambahkan bahwa dalam studi lanjutan, ditemukan bahwa presidensialisme multipartai dapat berfungsi dengan baik jika presiden memanfaatkan berbagai "kotak perkakas" atau presidential toolbox, seperti koalisi yang bisa mengatasi kekurangan mayoritas suara. Menurutnya, regulasi pemilu memang penting, tetapi faktor-faktor lain di luar regulasi, seperti pembentukan koalisi dan dinamika politik, lebih berperan dalam memastikan kelancaran pemerintahan presidensial multipartai.
Lebih lanjut, Firman mengkritisi koalisi yang sering kali terlalu besar, bahkan sampai disebut sebagai "oversize coalition" atau koalisi tambun, yang tidak memiliki kesamaan ideologi atau platform kebijakan. Hal ini, menurutnya, dapat menyebabkan lemahnya mekanisme check and balance antara cabang eksekutif dan legislatif, bahkan berpotensi mengarah pada rent-seeking yang merugikan kualitas demokrasi.
Di sisi lain, Firman mengungkapkan kekhawatirannya bahwa koalisi yang tidak memiliki oposisi yang kuat akan menyebabkan proses pengawasan yang lemah. “Kekuatan penyeimbang itu sebenarnya adalah oposisi. Namun, sepertinya sekarang ini tidak ada insentif bagi partai untuk menjadi oposisi, yang menjadi masalah utama,” ujarnya.
Terkait dengan usulan masyarakat sipil mengenai pembatasan koalisi pra-pemilu yang maksimal 30%, Firman menyatakan bahwa meski masih belum ada gambaran jelas tentang bagaimana sistem tersebut akan diterapkan, hal itu perlu diatur untuk mendorong pembentukan koalisi yang lebih seimbang dan mencegah terjadinya koalisi besar yang tidak efektif.
Dengan demikian, seminar ini menjadi wacana penting bagi perbaikan sistem pemilu di Indonesia, diharapkan dapat membuka ruang diskusi lebih lanjut mengenai penyempurnaan regulasi pemilu untuk memperkuat kualitas demokrasi dan sistem presidensial multipartai yang lebih sehat.
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео mp4
-
Информация по загрузке: