MEDAN FOOD DIARIES: MY TOP 6 PICKS

Holla!
Kalian apa kabar?

Kabar aku baik — tapi lagi keteteran sama deadline pre-pro, syuting, dan editing.
Saat ini timelinenya lagi kejar-kejaran banget huuuaaaa
🥲🥲🥲

Tapi gapapa, segala sesuatu pasti ada "struggle"nya — bahkan untuk sesuatu yang kita suka.

——————————————————

Kemarin malam, aku sempat ngobrol sama teman.
Reaksi pertama aku ketika dia buka obrolan kira-kira seperti ini:
😳🫢🤩🥰

Bukannya apa-apa.
Jujur, aku sedikit kaget — ralat: banyak — pas dia buka obrolan seperti itu.
Soalnya selama belasan tahun kami berteman — dia gak pernah nanya atau ngobrol hal-hal yang sifatnya di bawah permukaan.

Buat aku pribadi, ada dua jenis percakapan — yang biasa aku sebut dengan:
'The Surface' dan 'Under The Surface'.

🤔💭: Hah? Itu maksudnya apa?
👽: Ini akan menarik~!

◻️ The Surface
Percakapan yang ringan, santai, dan aman.
Gak ada kedalaman tertentu — yang menuntut perasaan atau pikiran lebih dalam.
🌿 Biasanya sekitar topik umum.

◻️ Under The Surface
Percakapan yang lebih dalam dan penuh makna.
🌿 Biasanya tentang hal-hal yang gak terucap.
Perasaan yang sering kita sembunyikan, dan kebenaran yang jarang dibagikan.
Percakapan ini sifatnya lebih raw — yang bikin kita ngerasa terhubung, meski kadang gak nyaman.

Sampai sini kalian udah bisa ngerasain bedanya, kan?
Kalian pernah ngalamin percakapan di dua situasi ini gak?

——————————————————

Lanjut, ya.
Kemudian tanpa suara 🐺 "auuuuu" serigala, dia langsung nembak aku dengan —
TUNGGU!
Nembak yang dimaksud bukan menyatakan cinta.
KALIAN JANGAN SALFOK.

Kalian be like
🤔💭: Ah elah, Kak. Tadinya kita gak mikir ke sana. Sekarang jadi mikir gitu, kan.
HAHAHAHA

Dia tanya,
👾: Ia', lo udah berapa kali ada di tempat gelap?

Karena aku tipe yang suka banget percakapan mendalam, pikiran aku otomatis translate "tempat gelap" sebagai momen di mana kehidupan aku diuji.

Aku langsung jawab,
👽: 4 kali. Sebenarnya 5 kali. Tapi yang paling terakhir gak bikin gue sehancur sebelumnya.
👾: Karena?

Di detik itu lah aku sadar, bahwa "tempat gelap" yang dia maksud punya arti yang sama denganku — dan di sini lah tipe percakapan 'Under The Surface' bekerja.

👽: Karena gue udah ngelewatin proses yang lebih berat, parah dan menyiksa. Yang kelima terasa lebih 'ringan' meski punya efek samping yang dahsyat. Keadaan lo lagi ada di mana sekarang?

👾: Gue cuma bingung tiap kali ada yang nanya, "Kok lo bisa kayak gini? Apa sih yang bikin lo seperti ini?". Proses kehidupan gue kalau diceritain bakal kepanjangan dan terlalu personal.

👽: Oooh. Lo bingung cara jawabnya gimana, ya?

👾: Iya. Gue gak mau terkesan angkuh dan sok private. Lo ngerti, kan?

👽: Ngerti banget. Tapi lo kenapa harus mikir dan ngerasa kayak gitu? Gue rasa gak ada yang salah dengan sikap lo yang gak mau berbagi karena terlalu panjang dan personal.

👾: Oh, ya? Alasannya?

👽: Gak semua orang berhak dan pantas untuk kenal diri kita yang sebenarnya. Ya, gak sih?

👾: Maksudnya?

👽: Bukan berarti kita yang tanpa kedalaman itu fake, ya — yang ini juga tetap kita yang sebenarnya. Tapi "kita yang sebenarnya" yang gue maksud adalah kita dengan versi yang utuh; sisi indah, sisi penuh luka, dan sisi yang udah disembuhkan — dan gak semua orang harus tau ini. Biarin aja mereka anggap kita angkuh atau sok private.

👾: Lo gak takut?

👽: Kenapa harus takut? Hanya orang-orang yang punya kedalaman yang sama — yang berani bertemu dengan kita di diri kita yang sebenarnya: versi utuh. Gue rasa lo akan tau dengan sendirinya ketika ketemu dengan orang-orang itu. Jiwa lo akan tau kok. Dan ketika itu terjadi, akses menuju ke kedalaman itu akan terbuka dengan sendirinya. Gue selalu yakin akan hal ini.


Kemudian kami terdiam.
Sama-sama mencerna obrolan ini.
Dia dengan pemikirannya.
Dan aku dengan cerminanku — di mana kata-kata yang aku ucapkan seperti berbalik ke aku.
Yang meninggalkan gema:
"Apa aku masih seperti itu?"



Pada akhirnya...
"Not everyone deserves to know the real you. Let them criticize who they think you are."
💛


xoxo,

RSW